<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar/14464862?origin\x3dhttp://oedhienx.blogspot.com', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Skip to: site menu | section menu | main content

 

Currently viewing: Selamat datang dan Terima kasih »

Blog ini dibuat hanya untuk mengisi waktu luang dan sekedar untuk pengjibur diri menghilangkan rasa penat dan bosan dalam hari-hari ku di perantauan.

Terimakasih kepada teman-teman yang telah sudi meluwangkan waktu tuk berkunjung ke blog ku ini.

Wassalam

 

Terbaru:

Arsip:

Channel:

Saturday, July 16, 2005

Karikatur





Esai

Hidup
oleh:Widi Yarmanto

REZEKI itu datang dari arah tak disangka-sangka. ''Betul,'' kata sopir taksi asal Indramayu, Jawa Barat. Lalu dia menengok untuk meyakinkan suara si penumpang. Dia tersenyum. Mungkin ungkapan itu sebagai penyejuk sangarnya kehidupan.

Maklum, menggantungkan harapan pada wakil rakyat seakan sia-sia. Wong, mereka malah getol minta tunjangan dinaikkan, kok. Morat-maritnya ekonomi seolah bukan urusannya. Sebab itu, studi banding ke Amerika Serikat dan Prancis dirasa sangat penting.

Walhasil, kehidupan yang layak bagi sopir taksi di Jakarta pun terasa jauh. Penghasilan makin minim. Apalagi setelah harga BBM naik dan penumpang anjlok. Ini pula yang dirasakan sopir asal Indramayu beranak tiga itu. Biaya hidup makin berat. Belum lagi untuk membayar kontrak rumah Rp 200.000 per bulan.

Dan, sepertinya, cobaan Allah belum berhenti. Belum lama ini, misalnya, taksi dia ditabrak motor. Padahal, mobilnya sudah dijalankan pelan untuk belok kiri, lampu sein dikedipkan, dan tiba-tiba: der! Lampu belakang pecah dan bumper penyok.

Pengendara motor yang sempat terkapar di jalanan ngotot bahwa dirinya benar. Dalihnya, mobil lebih besar dari motor, dan karena itu harus mengalah. Pengemudi taksi bertahan pada sikap: ''Saya tidak bersalah!''

Akhirnya, mereka sepakat ke kantor polisi. Pengendara motor diminta mengikuti taksi dari belakang. Namun, di tengah jalan, pengendara motor itu kabur sembari sempat mengumpat jorok. Si sopir taksi cuma mengelus dada. Ibu Kota mengerosi etika dan adab kita? Wallahualam.

Yang pasti, ''Saya tidak bisa apa-apa. Saya harus membayar Rp 600.000 untuk mengganti lampu belakang,'' katanya. Namun, untuk sementara, bumper penyok dan lampu pecah dibiarkan apa adanya. Ia pasrah dalam ketidakberdayaan.

Mungkin sopir ini menyadari bahwa sikap tidak pasrah adalah pintu ke arah keresahan, kesedihan, kekacauan hati, kemurungan, dan bisa memunculkan prasangka buruk pada Allah sebagai tidak adil. Sebaliknya, sikap menyerahkan diri, tunduk, dan menerima diyakini bakal membukakan pintu surga.

Begitulah. Esoknya, sopir taksi ini membawa dua penumpang --satu orang seperti sedang sakit-- dari Jatibening ke Jatinegara, Jakarta Timur. ''Berapa?'' tanya si penumpang, kala berhenti di mulut sebuah gang. Argometer taksi menunjukkan angka Rp 21.600. ''Ya, kasih saja 22,'' kata sopir.

Ternyata uang di kantong penumpang tidak mencukupi. ''Tidak apa. Kasih saja semampu Bapak,'' kata si sopir. Segepok uang pun diberikan pada sopir, dan langsung dikantongi, karena mempercayai orang lain secara tulus merupakan bagian menanamkan jiwa positif. Begitu selalu yang dilakukan.

Di perempatan lampu merah, saat mau membeli rokok, di kantongnya ada beberapa lembar Rp 50.000-an. ''Lho, penumpang tadi membayar berapa?'' kata dia dalam hati. Jangan-jangan 22 itu ditafsirkan Rp 220.000, karena orang itu, mungkin, tak pernah naik taksi. Mengembalikan uang itu? Tak mungkin, karena nama dan alamat penumpang tidak jelas.

Hari itu, menjelang asar dia sudah tiba di rumah. Tumben. Istrinya heran. ''Ini untuk membayar kontrakan sebulan,'' kata si sopir pada istrinya sembari menyedorkan uang Rp 200.000. Uang setoran dan plus uang bensin hari itu telah terpenuhi. Wajah istrinya kontan cerah.

Namun, tak urung, batin sopir taksi itu tidak tenang. Di otaknya berkecamuk pertanyaan: ''Uang itu halal atau haram?'' Jawaban rekan-rekan seprofesi senada: ''Itu rezeki halal.'' Maka, sebagai ungkapan penenteraman batin, dia membeli dua bungkus rokok Dji Sam Soe, lalu diisap ramai-ramai. ''Saya ikut senang,'' katanya lega.

Mendapat rezeki nomplok juga dialami rekan saya, Sony. Suatu siang, kala mukim di Singapura, dia bersama rekannya membawa sedan tanpa kap. Tak jauh dari sebuah bank, muncul pengendara motor yang menyambar kantong milik seorang wanita setengah tua. Aparat dengan sigap mengejar si penjahat. Lalu kantong di tangan perampok itu dilemparkan ke mobil Sony. Bluk!

Polisi tak tahu bahwa hasil rampokan sudah berpindah tangan. Begitu Sony tiba rumah, kantong itu dibuka. Masya Allah! Isinya 240.000 dolar Singapura (kurs waktu itu Rp 1.700, kini sekitar Rp 5.800). Rezeki datang tanpa dinyana. Dua hari kemudian, koran memberitakan bahwa korban perampokan adalah wanita tua yang baru saja mengambil uang hasil penjualan rumahnya.

Hati Sony kontan tersentuh, dan bermaksud mengembalikan uang itu. Rekannya ngotot agar dibagi saja. ''Toh tidak ada yang tahu uang itu di tangan kita,'' kata rekannya. Setelah debat panjang, akhirnya uang rampokan itu diserahkan ke polisi. Korban pun bersukacita. Sebagai ungkapan terima kasih, Sony dihadiahi 40.000 dolar.

Keikhlasan wanita itu membuat hati Sony tenang. Batinnya tambah kaya, lantaran puas bisa meniadakan kesedihan orang lain. Akhirnya, hadiah itu dipakai mentraktir rekan-rekan, dan sebagian disumbangkan pada fakir miskin. Hari itu, pelajaran meningkatkan kualitas hidup baru saja dipaparkan Allah.

Selama ini, banyak orang mencari ketenangan hidup, namun hanya sedikit yang didapat. Batin mereka tetap kopong. Kebahagiaan dan ketenangan itu tak hanya ditentukan oleh selembar hadiah berupa cek yang dicairkan, tapi oleh keriangan dan kelapangan dada.

Dr. 'Aidh Al-Qarni menulis dalam La Tahzan, Jangan Bersedih!: ''Hidup itu adalah seni bagaimana membuat sesuatu. Dan, seni harus dipelajari serta ditekuni.'' Kita perlu kesungguhan untuk mempelajari bagaimana menghasilkan bunga-bunga, semerbak harum mewangian, dan kecintaan di dalam hidup. ''Jalani hidup ini apa adanya dengan penuh ketulusan dan keriangan.''

Wacana

Pemencaran Otoritas Keagamaan

Oleh : Azyumardi Azra

Abad ke-20 tidak diragukan lagi menampilkan perubahan-perubahan signifikan, berjangka panjang, dan berdampak luas terhadap kehidupan keagamaan Islam Indonesia. Salah satu perubahan besar itu terjadi dalam otoritas keagamaan. Perubahan-perubahan penting dan signifikan dalam bidang ini terus terjadi ketika abad ke-20 berlalu, dan abad ke-21 mulai menapaki sejarahnya.

Perubahan-perubahan dalam otoritas keagamaan Islam ini menjadi tema pokok dalam konferensi final bertajuk ''Dissemination of Religious Authority in 20th Century Indonesia'' yang berlangsung di Hotel Salak, Bogor, 7-9 Juli lalu. Konferensi ini pada dasarnya membahas hasil-hasil proyek penelitian yang telah berlangsung selama tiga tahun terakhir, yang diselenggarakan secara bersama oleh International Institute for Asian Studies (IIAS) Belanda, International Institute for the Study of Islam in the Modern World (ISIM) Belanda, Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies (KITLV), dan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Konferensi yang menghadirkan lebih dari 12 fellows peneliti yang melakukan penelitian tentang berbagai subjek yang menggambarkan terjadinya perubahan dalam otoritas keagamaan Islam, juga menampilkan sejumlah pakar yang melihat tema tersebut dalam perspektif perbandingan. Di antara pakar tersebut adalah Marc Gaborieau dan Andree Feillard (keduanya dari Prancis), Kees van Dijk, Martin van Bruinessen, Leon Buskens (ketiganya dari Belanda), Abdulkadir Tayob (Afrika Selatan), Mona Abaza (Mesir), Michael Laffan (AS), dan Johan Meuleman (Oxford).

Dalam pembahasan, jelas terlihat bahwa penyebaran atau pemencaran otoritas keagamaan dalam Islam mulai meningkat sejak akhir abad ke-19 ketika wacana baru muncul di kalangan Islam di Timur Tengah. Wacana tersebut misalnya mencakup gagasan-gagasan tentang pan-Islamisme vis-a-vis kolonialisme Eropa, kemudian reformisme dan modernisme Islam. Semua gagasan ini segera menemukan momentumnya dengan peningkatan jumlah jamaah haji Indonesia yang pergi ke dan kembali dari Tanah Suci yang selanjutnya berperan besar dalam intensifikasi keislaman di nusantara. Pada saat yang sama sejak awal abad ke-20, semakin banyak mahasiswa yang menuntut ilmu di Timur Tengah; tidak hanya di Makkah dan Madinah, tetapi juga di Kairo, yang semakin mengukuhkan diri sebagai pusat keilmuan Islam.

Hasilnya terlihat tidak hanya dengan berdiri semakin banyaknya pesantren --yang dengan kiainya merupakan otoritas tradisional Islam-- tetapi juga organisasi-organisasi Islam seperti Jami'at Khair dan Muhammadiyah yang mendirikan sekolah-sekolah modern. Organisasi-organisasi semacam ini memunculkan suatu bentuk kepemimpinan keagamaan baru; mereka pada gilirannya juga menghasilkan lapisan baru kaum Muslim terpelajar yang memiliki keilmuan Islam dan credentials yang relatif berbeda dengan otoritas keagamaan lama. Semua perubahan dan pergeseran ini, tidak bisa lain, memunculkan pergumulan dan kontestasi yang semakin intens untuk mempertahankan otoritas keagamaan masing-masing.

Kontestasi yang kemudian melibatkan otoritas keagamaan sejak pertengahan abad ke-20 kian meningkat dengan kemunculan berbagai partai politik yang berbasis Islam. Partai-partai ini tidak hanya berusaha mendapatkan otoritas dalam bidang politik, tetapi juga dalam kehidupan keagamaan dengan melibatkan para kiai atau ulama pada umumnya. Dalam upaya itu, penggunaan simbolisme dan kelembagaan keagamaan semakin meluas pula.

Pemencaran otoritas keagamaan itu semakin kompleks dengan kemunculan Departemen Agama sejak masa awal kemerdekaan. Memang, Departemen Agama pada dasarnya hanya mengurus masalah ''administrasi'' umat beragama dalam kehidupan sosialnya, tetapi dalam satu dan lain hal, ia turut menyumbang pada kemunculan otoritas keagamaan baru. Berkat posisi resmi sebagai bagian birokrasi negara Indonesia, Departemen Agama memunculkan lembaga-lembaga baru yang pada gilirannya meningkatkan pemencaran otoritas keagamaan. Ini terlihat, misalnya, dari pembentukan lembaga pendidikan tinggi Islam seperti IAIN sejak 1960-an, yang beberapa di antaranya dalam tiga tahun terakhir berubah menjadi UIN. IAIN dan UIN menampilkan sebuah otoritas keagamaan yang berbasis kampus.

Dalam masa-masa terakhir jelas terlihat, pemencaran otoritas keagamaan semakin meningkat saja. Perkembangan ini terutama didorong perubahan-perubahan sosial, budaya, dan politik --baik di tingkat nasional maupun internasional-- berbarengan dengan perkembangan yang begitu cepat dalam teknologi komunikasi dan informasi. Situasi ini sering mengakibatkan terjadinya anomali dalam otoritas keagamaan, sehingga dapat menimbulkan berbagai dampak negatif tertentu atas kehidupan keagamaan. Inilah yang perlu diantisipasi.

Friday, July 15, 2005

Lagu

Seperti Matahari

Keinginan adalah sumber penderitaan
Tempatnya di dalam pikiran
Tujuan bukan utama
Yang utama adalah prosesnya

Kita hidup mencari bahagia
Harta dunia kendaraannya
Bahan bakarnya budi pekerti
Itulah nasehat para nabi

Ingin bahagia derita didapat
Karena ingin sumber derita
Harta dunia jadi penggoda
Membuat miskin jiwa kita

Ada benarnya nasehat orang-orang suci
Memberi itu terangkan hati
Seperti matahari
Yang menyinari bumi

by: Iwan Fals

Thursday, July 14, 2005

Guyon

Jin pun tak sanggup

Seorang pengusaha yang menghabiskan akhir pekannya dengan memancing pakai perahu di sebuah danau, menemukan sebuah botol yang terapung dan tertutup rapi yang,segera dihampiri dan diambil oleh sang pengusaha.

Penasaran..., si pengusaha membuka tutup botol, lalu tiba-tiba daridalam botol keluar asap yang selanjutnya menebal dan mejadi Jin raksasa yang mengambang di depan si pengusaha.
"Terimakasih tuan, tuan telah membebaskan saya, untuk ini tuan silahkan ajukan tiga permintaan, saya akan mengabulkannya" kata Jin, seperti format biasa tanda terimakasih Jin yang dibebaskan oleh manusia.

Setelah kagetnya reda, si pengusaha itu terdiam sejenak lalu diaberkata, "Baiklah Jin saya ingin tahun ini tiga kejadian besar terjadi di negeri saya Indonesia ini.
Pertama saya ingin nilai tukar rupiah di negeri saya ini kembali menjadi Rp. 2500 per 1 dollar US nya.
Kedua saya mau semua uang hasil korupsi baik oleh swasta ataupun pejabat pemerintah dikembalikan kepada rakyat dan semua pelakunya dipenjarakan.
Ketiga saya ingin hukum benar-benar bisa ditegakkan di negeri saya ini.

Sang Jin berpikir sejenak kemudian,menggeleng-gelengkan kepala,pelan-pelan jasadnya kembali menjadi asap lalu berkumpul masuk kedalambotol itu kembali.

Dari dalam botol si Jin berseru,"Tuan, tolong botolnya ditutup kembali!!."

Back to top